Monday, March 21, 2016

ASPEK PERPAJAKAN BISNIS REAL ESTATE

ASPEK PERPAJAKAN BISNIS REAL ESTATE

Indonesia merupakan salah satu negara di kawasan Asia yang memiliki pertumbuhan ekonomi positif meski krisis ekonomi global belum sepenuhnya berakhir. Kondisi tersebut turut mendorong pertumbuhan industri properti. Para analis properti dari Colliers International Indonesia, Jones Lang LaSalle Indonesia dan pakar properti Indonesia Dr.Ir. Panangian Simanungkalit memprediksi kondisi pasar properti Indonesia akan mulai bangkit setelah krisis ekonomi global tahun 2008 tersebut. Kebangkitan tersebut dimulai 2 tahun setelah masa krisis berakhir yaitu pada tahun 2010. Tahun tersebut merupakan fase awal dari tahapan pertumbuhan (growth) industri properti di Indonesia. Fase selanjutnya adalah fase seller market yaitu waktu dimana konsumen maupun investor membeli dan berinvestasi di sektor properti. Masa tersebut terjadi hingga tahun 2013. Fase selanjutnya adalah fase booming properti yang diprediksi akan terjadi tahun 2014 hingga 2015.
Indikator lain yang menunjang prediksi booming properti di Indonesia adalah tingkat suku bunga KPR yang cukup rendah, tingkat inflasi yang terjaga dan stabil, ledakan jumlah penduduk kelas menengah Indonesia yang luar biasa, peningkatan jumlah wisatawan ke Indonesia dan derasnya dana masuk dari negara-negara yang terkena krisis ke Indonesia untuk mengamankan dananya dengan berinvestasi yang salah satunya investasi properti.
Prediksi para analis dan pakar properti tersebut secara kasat mata dapat kita lihat dari bagitu gencarnya pembangunan berbagai produk properti di berbagai wilayah khususnya kota-kota besar di Indonesia. Pembangunan perumahan, apartemen, kondominium, pusat perdagangan, gedung perkantoran, rumah toko dan rumah kantor serta pembangunan kawasan industri baru menjadi pemandangan yang umum terlihat di kota-kota besar dan kota-kota di sekelilingnya. Pasokan properti yang ada terserap dengan baik oleh pasar bahkan permintaan pun lebih besar dari penawaran yang ada.
Kondisi pertumbuhan dan booming industri properti di Indonesia turut membawa pula efek berganda pada sektor usaha lainnya seperti perbankan melalui penyaluran kredit kepemilikan properti, perusahaan konstruksi, notaris, industri mebel, pengusaha bahan bangunan dan usaha terkait lainnya. Potensi penerimaan negara dari booming industri properti ini diperkirakan sangat besar.
Data pertumbuhan kredit kepemilikan properti berupa KPR (rumah) maupun KPA (apartemen) selama 2 tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang luar biasa sebagaimana tabel berikut.
Jenis Properti
Nilai Kredit 2012
Nilai Kredit 2011
Pertumbuhan
Apartemen
10.270.000.000.000
5.570.000.000.000
84 %
Ruko dan Rukan
19.980.000.000.000
15.200.000.000.000
31 %
Perumahan
211.470.000.000.000
176.650.000.000.000
19 %
Jumlah
241.720.000.000.000
197.420.000.000.000

Sumber: Bank Indonesia
Nilai tersebut hanya dari penjualan tanah dan/atau bangunan yang menggunakan fasilitas kredit perbankan.
Pelaku Usaha dan Produknya
Sektor usaha real estat berhubungan erat dengan permasalahan tata wilayah, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaaan negara memiliki hak mengatur agar kegiatan usaha sektor ini tidak mengganggu keseimbangan lingkungan fisik maupun sosial di suatu wilayah. Oleh karenanya, banyak ketentuan yang dibuat untuk mengatur aktifitas usaha sektor ini seperti berbagai perizinan yang harus diperoleh, kualifikasi usaha yang harus dimiliki dan kewajiban yang harus dipenuhi para pelaku usaha sektor ini.
a. Pelaku Usaha
Pelaku bisnis sektor usaha real estat lebih dikenal dengan sebutan pengembang atau developer harus memenuhi persyaratan tertentu untuk dapat melakukan pembangunan, diantaranya:
i.         Berbentuk badan hukum yang telah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (PT dan Yayasan) dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Koperasi)
ii.        Dalam akta pendiriannya bertindak sebagai pengembang bagi PT, sedangkan bagi yayasan dan koperasi dalam AD/ART bertujuan menyediakan perumahan bagi anggotanya.
iii.       Memiliki sertifikat pengembang yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang dan atau tergabung dalam asosiasi pengembang seperti REI, Apersi dan Apernas.
Sebagai catatan, perseorangan dapat saja melakukan pembangunan properti, namun dengan pembatasan unit dalam satu lokasi yang ketentuannya diatur oleh masing-masing pemerintah daerah (contoh: Pemda Kab. Sleman membatasi maksimal 4 unit dalam satu lokasi).
b. Produk Properti
Seringkali terjadi kebingungan pada penggunaan istilah properti dan real estate meski keduanya merujuk kepada satu maksud dan pemahaman yang sama yaitu segala bentuk bangunan fisik baik berupa permanen, semi permanen ataupun sementara, beserta bumi dimana dia berdiri.
Kata properti merujuk dari kata aslinya dalam bahasa Inggris yaitu property sebenarnya lebih mengarah ke aspek hukum berupa hak dan kepemilikan atas suatu tanah beserta pengolahan dan pembangunannya.
Sedangkan kata real estate berasal dari serapan bahasa Inggris yang sebenarnya juga merupakan kata serapan dari bahasa Spanyol yang terdiri dari 2 kata yaitu kata real yang berarti royal atau kerajaan dan kata estate yang berarti tanah (pertanian/kebun), sehingga bisa diartikan sebagai suatu kawasan tanah yang dikuasai oleh raja, bangsawan, dan tuan tanah.
Namun demikian, kedua istilah ini telah mengalami pergeseran makna dimana istilah properti lebih mengarah kepada suatu bangunan tunggal atau banyak sedangkan istilah real estat lebih diartikan suatu kompleks bangunan yang memiliki lanskap (tanah dan lingkungannya seperti taman, jalan, saluran air) dengan komposisi yang dominan.
Meskipun kata properti lebih umum digunakan berbagai pihak di media untuk menjelaskan perihal tanah dan bangunan, Direktorat Jenderal Pajak lebih memilih istilah real estat dalam Klasifikasi Lapangan Usaha untuk menunjuk kelompok pelaku usaha yang melakukan pembelian, penjualan, persewaan dan pengoperasian atas tanah serta bangunan.
Adapun produk dari usaha real estat ini dapat dibagi 2, yaitu:
i.      Residensial
n  Perumahan dengan berbagai jenis dan tipe (termasuk tanah kapling), Cluster, Town House
n  Rumah Susun (Rusun)
n  Rumah Toko (Ruko)
n  Rumah Kantor (Rukan)
n  Apartemen/Kondominium
ii.      Komersial
n  Gedung Perkantoran
n  Pusat Perbelanjaan (ritel)
n  Lahan Industri
n  Kawasan Pergudangan
ASPEK PERPAJAKAN BISNIS REAL ESTAT
Dalam transaksi penjualan perumahan, baik pembeli maupun penjual (pengembang) dikenakan pajak-pajak, yaitu:
1.    Pajak yang ditanggung oleh konsumen:
1)    PPN
2)    BPHTB : atas kepemilikan tanah.
3)    PPh Pasal 22 atas Real Estat yang termasuk kategori Barang Mewah

2.    Pajak yang terkait dengan WP Real Estat
1)    PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Badan dari WP Real Estatee per 1 Januari 2009
2)    BPHTB, Pembebasan Tanah
3)    PPh Pasal 21, Gaji, upah karyawan
4)    PPh Pasal 23, Sewa Alat Berat
5)    Bea Materai, Surat Perjanjian Kerja

Pada penjualan tanah dan bangunan konsumen menangung pajak-pajak berupa PPN, PPnBm dan BPHTB.
PPN dan PPnBM dipungut oleh penjual, sedangkan BPHTB harus dilunasi sebelum akta jual beli ditanda tangani oleh notaris.



ALUR PRODUKSI BISNIS REAL ESTAT

NO
POS/AKUN
PAJAK YANG TERKAIT
KETERANGAN
1.
PENJUALAN
KONSUMEN



1.    PPN
10% X Harga Jual


2.    PPnBM
20% X Harga Jual


3.    BPHTB
5% (Harga Jual – NPOTKP)


4.    Bea Materai
SPK Rp 6.000,-


5.    PPh atas Barang Mewah
5% x Harga Jual
Rumah mewah > Rp 10M dan Luas Tanah > 500m2
Apartemen > Rp 10M dan luas Bng > 400m2






WP BADAN REAL ESTATE



1.    PPh Pasal 4 ayat (2)
5 % X Harga Jual
1% X Harga Jual à RSS
2.
HARGA POKOK PENJUALAN



a.    Pembebasan Lahan
BPHTB



PPh Pasal 4 ayat (2)
Dibayar oleh penjual tanah


PPh Pasal 21
Apabila menggunakan makelar


PPN 10%
Apabila penjual adalah PKP
3.
BIAYA OPERASIONAL



a.    Biaya Gaji, Upah
PPh Pasal 21


b.    Sewa
PPh Pasal 23
2% X Jumlah Bruto
Sewa Non Tanah/Bangunan
Misal: Alat Berat, Kendaraan

c.    Perizinan
PPh Pasal 21/23
Apabila Perizinan menggunakan jasa pihak ke-3 à Konsultan, Notaris

d.    Konstruksi
PPh Pasal 4 ayat (2)
Tarif:
Jasa Pelaksanaan:
Ø  Kualifikasi Usaha Kecil = 2%
Ø  Kualifikasi Usaha Menengah dan Besar = 3%
Ø  Non Kualifikasi Usaha = 4%
Jasa Perencanaan dan Pengawas:
Ø  Memiliki Kualifikasi Usaha = 4%
Ø  Memiliki Kualifikasi Usaha = 6%

Penerbit Sertifikasi= GAPENSINDO
http://gapeksindo.co.id/id/

e.    Pemecahan Sertifikat
PPh Pasal 23
PPN
2% x jasa yang diterima Notaris
10% x jasa yang diterima notaris

f.     Biaya Marketing
PPh Pasal 21
PPh atas Komisi
n  Peraturan Terkait PPh
1.    Penjual dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final
Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) PP Nomor 71/2008 tentang Perubahan ketiga PP48/1994 tentang Pembayaran PPh atas Penghasilan dari Pengahlihan Haak Atas Tanah dan/atau Bangunan, adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kecuali atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan.
Sesuai SE- SE - 6/PJ.03/2008 tentang Penyampaian PP71/2008, disebutkan bahwa Rumah Sederhana terdiri atas Rumah Sederhana Sehat dan Rumah Inti tumbuh, yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan Rumah Susun Sederhana adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal termasuk Rumah Susun Sederhana Milik, yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-80/PJ/2009 tentang Pelaksanaan Pajak Penghasilan Yang Bersifat Final Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Usaha Pokoknya Melakukan Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan.
Pembayaran PPh Final atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh WP real estat dilakukan :
a.    paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterimanya pembayaran, dalam hal pembayaran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan cara angsuran;
b.    sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, dalam hal jumlah seluruh pembayaran sebagaimana dimaksud pada huruf a kurang dari jumlah bruto nilai pengalihan hak.
c.    Nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan pada saat ditandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh pejabat yang berwenang”.

2.    Pembeli Real Estat Mewah dikenakan PPh Pasal 22 yang bisa dikreditkan
Disamping itu bagi Pengusaha Real Estat yang memenuhi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 Tentang Wajib Pajak Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah harus memungut PPh wajib memungut Pajak Penghasilan Pasal 22 pada saat melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah, dengan ketentuan:
(1)  Barang yang tergolong sangat mewah adalah:
i.      rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500m2 (lima ratus meter persegi);
ii.     apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan/atau luas bangunan lebih dari 400m2 (empat ratus meter persegi);
(2)  Pemungut Pajak wajib memungut Pajak Penghasilan pada saat melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah
(3)  Besarnya Pajak Penghasilan adalah sebesar 5% (lima persen) dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM)
(4)  Pajak Penghasilan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang melakukan pembelian barang yang tergolong sangat mewah.
n  Peraturan Terkait PPN
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 tentang Batasan Pengusaha Kecil tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang berlaku mulai 1 Januari 2014, Pengusaha dengan Peredaran usaha Barang Kena Pajak/Jasa kena Pajak yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto lebih dari Rp 4,8 Milyar wajib mendaftarkan diri untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Oleh karena itu, Pengusaha real estat yang merupakan PKP dan melakukan penyerahan tanah dan/atau bangunan wajib memungut PPN sebesar 10% dari harga jual rumah dan atau tanah. Harga Jual yaitu nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
 PPN Dibebaskan
Pada prinsipnya semua penyerahan rumah yang dilakukan oleh PKP Real Estate dikenakan PPN, namun ada beberapa penyerahan rumah yang mendapat fasilitas pajak berupa PPN Dibebaskan.
Peraturan yang terkait dengan PPN Dibebaskan adalah:
1.    Rusunami
Rusunami (Rumah Susun Sederhana Milik) diatur dalam PP Nomor 12/2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sdtd PP Nomor 31 Tahun 2007
Rumah Susun Sederhana Milik, yang selanjutnya disebut RUSUNAMI, adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan kamar mandi/WC dan dapur, baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal, yang perolehannya dibiayai melalui kredit kepemilikanrumah bersubsidi atau tidak bersubsidi, yang memenuhi ketentuan :
1.    luas untuk setiap hunian lebih dari 21 m2 (dua puluh satu meter persegi) dan tidak melebihi 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi);
2.    harga jual untuk setiap hunian tidak melebihi Rp 144.000.000,00 (seratus empat puluh empat juta rupiah);
3.    diperuntukkan bagi orang pribadi yang mempunyai penghasilan tidak melebihi Rp 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) per bulan dan telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
4.    pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum yang mengatur mengenai persyaratan teknis pembangunan rumah susun sederhana; dan
5.    merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.

2.    Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana
Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) PP No 146 Tahun 2000 Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diubah dengan PP 38 Tahun 2003.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 36/PMK.03/2007 std. Permenkeu Nomor:  80/PMK.03/2008 memerinci Perumahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN meliputi Penyerahan:
(1)  Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana,
(2)  Rumah Susun Sederhana,
(3)  Pondok Boro,
(4)  Asrama Mahasiswa dan Pelajar serta
(5)  Perumahan Lainnya.

1)    Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah
Rumah Sederhana Sehat (RS Sehat/RSH) dan Rumah Inti Tumbuh (RIT) yang perolehannya, secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, atau melalui pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yang memenuhi ketentuan:           
a.    harga jual tidak melebihi Rp 55.000.000,- (lima puluh lima juta rupiah); dan       
b.    merupakan rumah pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.        
Termasuk Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat/RSH) dan Rumah Inti Tumbuh (RIT) yang diserahkan kepada Bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang memenuhi ketentuan:           
a.    harga jual tidak melebihi Rp 55.000.000,- (lima puluh lima juta rupiah);       
b.    dibeli oleh bank dengan tujuan untuk dijual kembali kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah; dan       
c.    rumah tersebut harus dijual kembali kepada masyarakat berpenghasilan rendah dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dibeli.
2)    Rumah Susun Sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal, yang perolehannya secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, yang memenuhi ketentuan:
a)    harga jual untuk setiap hunian termasuk strata title tidak melebihi Rp 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah);
b)    luas bangunan untuk setiap hunian tidak melebihi 21 m2 (dua puluh satu meter persegi);
c)    pembangunannya mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum yang mengatur mengenai Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun; dan
d)    merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.
3)    Pondok Boro yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah bangunan sederhana, berupa bangunan bertingkat atau tidak bertingkat, yang dibangun dan dibiayai oleh perorangan atau koperasi buruh atau koperasi karyawan yang diperuntukkan bagi para buruh tidak tetap atau para pekerja sektor informal berpenghasilan rendah dengan biaya sewa yang disepakati, yang tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diperoleh.
4)    Asrama Mahasiswa dan Pelajar yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah bangunan sederhana, berupa bangunan bertingkat atau tidak bertingkat, yang dibangun dan dibiayai oleh universitas atau sekolah, perorangan dan atau Pemerintah Daerah yang diperuntukkan khusus untuk pemondokan pelajar atau mahasiswa, yang tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diperoleh.
5)     Perumahan Lainnya yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
a.    Rumah Pekerja, yaitu tempat hunian, berupa bangunan bertingkat atau tidak bertingkat, yang dibangun dan dibiayai oleh suatu perusahaan, diperuntukkan bagi karyawannya sendiri dan bersifat tidak komersil, yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, ayat (3) atau Pasal 3 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, yang tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diperoleh;
b.    Bangunan yang diperuntukkan bagi korban bencana alam nasional.
Peraturan Terkait PPnBM
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.03/2009 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004 tentang Jenis Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
a.    “Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan PPnBM apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: Apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title, dan sejenisnya dengan luas bangunan 150 m2 atau lebih;
b.    Rumah dan town house dari jenis non strata title, dengan luas bangunan 350 m2 atau lebih”.
c.    PPnBM dikenakan sebesar 20% dikalikan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Harga Jual

Dengan memperhatikan beberapa ketentuan di atas dapat dibuat penegasan bahwa Dasar Pengenaan Pajak dalam menghitung PPh Final Pasal 4 ayat (2), PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah HARGA JUAL sehingga dalam hal “nilai menurut akta pengalihan hak maupun NJOP” diketahui lebih rendah dari “nilai pengalihan yang sebenarnya (harga jual)”, maka besarnya Dasar Pengenaan Pajak dihitung dari “nilai pengalihan yang sebenarnya (harga jual)”. Dengan kata lain Wajib Pajak harus menggunakan harga jual yang sebenarnya di dalam Akta Pengalihan Hak (Akte Jual Beli).
Peraturan Terkait BPHTB 
a.    Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak.
b.    Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.
c.    Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
d.    BPHTB Terutang = 5% (NPOP – NPOPTKP)
DKI Jakarta menetapkan NPOPTKP sebesar Rp 80.000.000 untuk transaksi jual beli tanah dan Rp 350.000.000 untuk perolehan hak karena waris atau hibah wasiat diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah.




Tugas: Ditulis Tangan, dikumpulkan tanggal 25 Maret 2015

Apa yang dimaksud :

1. Apartemen
2. Kondominium
3. Rumah Cluster
4. Town House
5. PPJB
6. AJB
7. Roya



No comments:

Post a Comment