Aspek Perpajakan Perbankan
Kegiatan perkreditan merupakan kegiatan
utama dan terbesar bank umum untuk menyalurkan dana kepada kepada pihak ketiga.
Penghasilan dan biaya muncul dalam kegiatan perkreditan adalah pendapatan
bunga, fee based income, biaya bunga,
dan biaya provisi/komisi. Khusus bank umum yang menjalankan prinsip syariah,
terdapat unsur penghasilan berbasis syariah/bagi hasil, misal murabahah, dll.
1) Pendapatan
Bunga (Interest Base Income) PSAK 31 poin
20
Bunga kredit diperoleh dari kegiatan penyaluran kredit yang
merupakan bisnis utama bank umum. Pendapatan bunga kredit diakui secara akrual,
kecuali untuk pendapatan bunga atas aktiva produktif yang diklasifikasi sebagai
non performing (kurang lancar, diragukan, dan macet) diakui secara tunai (cash basis)
Bunga yang diterima oleh bank umum selain berasal dari
kredit juga berasal dari bunga penempatan dana kepada bank lain (Giro,
Deposito, Obligasi dan surat pengakuan utang lainnya dan bunga dari investasi
surat berharga, misalnya obligasi atau SBI.
2) Pendapatan berupa fee based income
PSAK 31 poin 27
Pendapatan dan beban yang berkattan dengan jangka waktu
diakui selama jangka waktu tersebut. Pendapatan dan beban yang tidak berkattan
dengan jangka waktu diakui pada saat terjadinya transaksi dalam periode yang
bersangkutan.
Fee based income suatu bank umum biasanya berasal dari
kegiatan sbb :
Jasa-jasa Bank dimaksud di
atas meliputi :
a)
Pembayaran
internasional
Untuk melakukan transaksi pertukaran barang dan
jasa antar negara, maka penjual dan pembeli yang berbeda negara domisilinya
membutuhkan jasa bank untuk melakukan dan menerima pembayaran harga secara cash.
b) Letter Of
Credit
Jaminan tertulis dari bank
penerbit atas perintah nasabah (pembeli/importir) untuk melakukan pembayaran ke
beneficiery (penjual/eksportir), asalkan beneficiery menyerahkan dokumen yang
sesuai dengan persyaratan L/C tersebut.
c)
Kliring
Sarana perhitungan warkat antar bank yang
dilaksanakan oleh BI (Bank Indonesia) dengan tujuan memperluas dan memperlancar
lalu lintas pembayaran lalu lintas pembayaran.
d) Bankassurance
Kerjasama bank dengan asuransi dapat dikategorikan dalam
tiga jenis, yaitu:
-
Point of Sales : dimana bank hanya menerima fee
Asuransi
menjual produknya lewat jaringan bank, dengan demikian bank akan mendapat fee dan teller juga mendapat fee. Contoh : Mandiri dengan AXA.
-
Embeded : produk
asuransi yang menempel pada produk bank. Contoh : Tabungan yang ada Asuransi
Jiwa-nya.
-
Corporation (hubungan dengan Induk), jarang dilakukan oleh
bank-bank di Indonesia.
e)
Bank
Garansi
Jaminan yang diterbitkan oleh
bank berdasarkan keinginan pemohon yang ditujukan kepada pihak ketiga, dengan
memberikan jaminan berupa uang tertentu ke pihak ketiga papabila ternyata si
pemohon melakukan wanprestasi.
f)
Inkaso
Penagihan warkat kliring
(cek/BG atau warkat lain) ke bank penerbit di luar wilayah kliring. Inkaso
keluar merupakan penagihan warkat kliring ke bank yang tidak satu wilayah
kliring. Penagihan dilakukan melalui kantor cabang yang satu wilayah kliring
dengan bank penerbit warkat .
Inkaso
masuk merupakan penagihan warkat kliring yang diterima bank peserta kliring
yang satu wilayah kliring dengan bank penerbit. Warkat tersebut berasal dari
kantor cabang yang tidak satu wilayah kliring dengan bank penerbit.
g) Cek Perjalanan (Travellers Cheque)
Cek
khusus yang diterbitkan oleh bank / lembaga keuangan dalam bentuk yang sudah
tercetak dan dalam mata uang dan denominasi tertentu.
h)
Remittance
Jasa pengiriman dan penerimaan uang dari luar negeri
melalui fasilitas bank.
i)
Safe Deposit Box
Jasa
perbankan yang diberikan untuk memberikan rasa aman atas penyimpanan barang
milik nasabah pada ruang khusus sehingga pengguna jasa safe deposit bax terhindar dari resiko pencurian, kebakaran, dan kebanjiran.
j)
Phone banking/Internet banking
Fasilitas
kemudahan yang diberikan oleh bank kepada nasabah untuk melakukan transaksi
tanpa harus pergi ke bank tetapi cukup dengan menggunakan fasilitas telepon /
internet.
k)
Cash Management
Strategi
pengelolaan kas perusahaan atau dana nasabah, sehingga nasabah dapat melakukan
transaksi dengan lancar dan mendapatkan profit sesuai yang diharapkan.
I) Pengiriman
Uang/Transfer
Mekanisme
pengiriman atau penerimaan sejumlah dana tertentu yang dilakukan oleh bank atas
perintah nasabah.
m)
Kartu
Kredit
Alat
pembayaran berbentuk kartu dan berfungsi sebagai pengganti uang tunai dan kartu
ini digunakan sebagai alat pembayaran atas transaksi pembelian barang dan jasa.
n)
ATM (Automated
Teller Machine)
Suatu
sistem pembayaran yang diberikan bank kepada nasabah secara elektronik dengan
menggunakan komputer untuk mengupayakan penyelesaian-penyelesaian secara
otomatis dari sebagian fungsi yang biasanya dilakukan oleh teller.
o)
Jasa
Iainnya
-
Money Market Transaction
-
Capital Market Transaction
-
Investment
-
BONDS
-
SBI/SUN
Investasi
(Bonds dan SBI /SUN) dilakukan oleh bagian Treasury yang hanya ada di kantor pusat kecuali bank-bank
besar di cabang juga biasa melakukan investasi.
-
Other Custody (Settlement, In action)
-
Financial Advisor
3) Pendapatan Operasional Lainnya
Penghasilan operasional lainnya diperoleh bank umum masih dalam kerangka
UU Perbankan Nomor 10 / 1998. Penghasilan yang lazim diperoleh bank umum antara
lain : Pungutan administrasi dan denda simpanan dan kredit yang diberikan,
termasuk provisi / komisi
a)
Keuntungan
transaksi mata uang asing (valas)
b)
Keuntungan
jual beli surat berharga (obligasi, surat berharga, dll)
c)
Keuntungan
kenaikan nilai surat berharga ( saham, obligasi, dll)
4) Pendapatan
Non Operasional
Penghasilan non operasional lainnya diperoleh bank umum
karena kegiatan usaha lain diluar koridor UU Perbankan Nomor 10 / 1998.
Penghasilan ini diperoleh sebagai akibat keberadaan aset atau transaksi yang
sangat jarang dilakukan oleh bank umum. Misalnya, karena bank mempunyai asset
gedung yang menganggur, maka gedung dapat sewakan kepada pihak lain, atau
karena bank umum mempunyai aktiva yang kurang produktif / menganggur, maka
asset tersebut dijual kepada pihak lain.
5) Pendapatan Luar Biasa
Kadangkala bank dihadapkan
pada suatu keuntungan yang diterima secara tiba-tiba (windfall
profit) dan
harus dikelompokkan dalam pos pendapatan Luar Biasa. Kriteria Pendapatan ini
adalah : bersifat Tidak Normal dan Tidak Sering Terjadi.
b. Jenis Biaya Bank Umum
1) Biaya Utama berupa biaya
bunga dan provisi / komisi
Biaya bunga timbul pada
bank umum karena beberapa sebab, yaitu :
- Dana pihak ketiga yang ditempatkan
di bank tersebut
- Pinjaman bank kepada pihak ketiga
-
Surat berharga yang diterbitkan oleh bank dan dijual kepada pihak ketiga
2) Biaya Operasional lainnya
Biaya
operasional lainnya adalah biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan operasi perusahaan
tetapi bukan merupakan biaya utama berupa biaya bunga. Berdasarkan struktur
laba rugi bank-bank BUMN tahun 2006, dibandingkan dengan total biaya
perusahaan, maka porsi biaya operasional lainnya rata-rata 32%, sedangkan biaya
bunga sebagai biaya utama rata-rata 58%. Biaya operasional lainnya biasanya
terdiri dari:
a) Beban Personalia
Beban personalia merupakan
beban terbesar dalam struktur biaya operasional lainnya. Berdasarkan struktur
laba rugi bank-bank BUMN tahun 2006, dibandingkan dengan total biaya perusahaan, maka porsi beban
personalia rata-rata mencapai 16%. Beban Personalia, terdiri dari:
- Gaji dan upah yang dibayarkan kepada pegawai
- Tunjangan
- Pendidikan dan pelatihan pegawai
Termasuk dalam gaji dan upah adalah gaji dan kompensasi lainnya yang dibayarkan
kepada direksi dan
dewan komisaris.
b) Beban administrasi dan umum
Beban administrasi dan umum merupakan beban terbesar kedua dalam struktur
biaya operasional
lainnya. Berdasarkan struktur laba rugi bank-bank BUMN tahun 2006,dibandingkan dengan total biaya
perusahaan, maka porsi beban administrasi rata-rata mencapai 11 %. Beban administrasi dan umum,
terdiri dari:
- Penyusutan aktiva tetap
- Biaya sewa mesin, peralatan, kendaraan, ruang/gedung
- Teknologi informasi adalah sehubungan dengan software komputer, termasukperawatan, pemeliharaan, dan perbaikan.
- Perbaikan dan pemeliharaan mesin, peralatan, kendaraan, bangunan
- Komunikasi
- Listrik dan air
- Transportasi
- Jasa profesional
- Penelitian dan pengembangan
c) Beban promosi
Beban promosi ini antara lain biaya pemasangan iklan di media
massa dan biaya pemasaran. Beban promosi akan dibahas lebih lanjut dalam
kegiatan marketing.
d) Kerugian penurunan nilai surat
berharga (saham, obligasi, dli)
Kerugian penurunan nilai surat berharga muncul sebagai
resiko kegiatan terasurry bank, dalam bentuk investasi kepada instrumen yang
berbasis saham, obligasi, dan surat berharga lainnya.
e) Kerugian transaksi mata uang asing
Kerugian penurunan nilai surat berharga muncul sebagai
resiko kegiatan terasurry bank, dalam bentuk transaksi kegiatan valuta asing
dalam menunjang fungsi bank dalam memperlancar sistem pembayaran.
3) Biaya Non
Operasional
Biaya non operasional merupakan offset dari
penghasilan non operasional yang diperoleh bank umum karena kegiatan usaha lain
diluar koridor UU Perbankan Nomor 10 tahun 1998. Biaya non opersional lain
timbul sehubungan dengan perolehan pendapatan non opersional sebagai akibat
keberadaan aset atau transaksi yang sangat jarang dilakukan oleh bank umum.
Misalnya, karena bank mempunyai asset gedung yang menganggur, maka gedung dapat
sewakan kepada pihak lain, atau karena bank umum mempunyai aktiva yang kurang
produktif / menganggur, maka asset tersebut dijual kepada pihak lain.
Account Khusus
a. Penyisihan Penghapusan Aktiva
(PPA)
Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA)
AKTIVA PRODUKTIF
|
|
AKTIVA NON PRODUKTIF
|
Cadangan Umum
|
|
Cadangan Khusus
|
|
Cadangan Khusus
|
Beberapa Pengertian
Aktiva adalah
aktiva produktif dan aktiva non produktif
Aktiva Produktif Penyediaan dana bank untuk memperoleh
penghasilan, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank,
tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual
kembali, tagihan derivatif, penyertaan, transaksi rekening administratif serta
bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
Aktiva non produktif adalah Aset bank selain aktiva
produktif yang memiliki potensi kerugian, antara lain dalam bentuk agunan yang
diambil alih, properti terbengkalai, rekening antar kantor dan suspense account.
Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) adalah Cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase
tertentu berdasarkan kualitas aktiva.
1) Tinjauan Peraturan.
a) Tinjauan Teoritis dalam PBI No. 7/2/PBI/2005 dan PBI No.
8/2/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum
(1)
Pertimbangan dibentuk PPA
Kelangsungan usaha bank antara lain tergantung dari
kemampuan dan efektifitas bank dalam mengelola resiko kredit dan meminimalkan
potensi kerugian. Bank harus mengelola resiko kredit dan meminimalkan potensi
kerugian yaitu dengan menjaga kualitas aktiva dan membentu penyisihan penghapusan aktiva yang memadai.
(2)
Besarnya PPA yang harus dibentuk
"paling kurang" :
Cadangan Umum*)
|
1% dari aktiva produktif kualitas lancar
|
Cadangan Khusus **)
|
5% dari aktiva produktif kualitas
dalam perhatian khusus dikurangi nilai agunan 15% dari aktiva produktif
kualitas kurang lancar dikurangi nilai agunan 50% dari aktiva produktif
kualitas
|
*) Pembentukan cadangan umum dikecualikan untuk aktiva
produktif dalam bentuk SBI dan SUN serta bagian aktiva produktif yang dijamin
dengan agunan tunai (termasuk agunan tunai antara lain tabungan/deposito/giro/
SBI/SUN)
**) nilai agunan sebagai faktor pengurang dalam perhitungan
PPA hanya berlaku untuk aktiva produktif.
(3) Nilai agunan
Jenis aktiva agunan yang dapat
dikurangkan dalam penghitungan PPA dan besaran nilai agunan yang dapat
digunakan sudah ditentukan dalam PBI No. 7/2/PBI/2005 dan PBI No. 8/2/PBI/2006
(a) Surat berharga dan saham yang aktif diperdagangkan di bursa
efek di Indonesia atau memiliki peringkat , yang diikat secara gadai, paling
tinggi sebesar 50% dari nilai yang tercatat bursa efek pada akhir bulan
(b) tanah, gedung, rumah tinggal, pesawat
udara, kapal laut, kendaraan bermotor dan persediaan, yang diikat dengan hak
tanggungan / hipotek / fiducia, paling tinggi sebesar:
(1)
70% dari
penilaian apabila penilaian dilakukan dalam 12 bulan terakhir
(2)
50% dari penilaian apabila
penilaian dilakukan telah melampaui jangka waktu 12 bulan namun belum melampaui
18 bulan
(3)
30% dari penilaian apabila
penilaian dilakukan telah melampaui jangka waktu 18 bulan namun belum melampaui
24 bulan
(4)
0% dari penilaian apabila penilaian
dilakukan telah melampaui jangka waktu 24 bulan
(4) Perhltungan PPA oleh bank harus disesuaikan secara periodik.
Perhitungan PPA oleh bank harus disesuaikan dengan
penetapan BI dalam laporan yang disampaikan oleh bank kepada BI dan atau laporan publikasi paling
lambat periode laporan berikutnya setelah pemberitahuan dari BI.
(5) Hapus Buku dan Hapus Taglh
Beberapa ketentuan hapus buku dan hapustagih dalam PBI No. 7/2/PBI/2005
(1) Hapus buku dan atau hapus tagih hanya dapat dilakukan
terhadap penyediaan dana yang memiliki kualitas macet.
(2) Hapus buku tidak dapat dilakukan terhadap sebagian
penyediaan dana (partial write off)
(3) Hapus tagih dapat dilakukan terhadap
sebagian atau seluruh penyediaan dana.
(4) Hapus buku dan atau hapus tagih hanya
dapat dilakukan setelah bank melakukan berbagai upaya untuk memperoleh kembali
aktiva produktif yang diberikan.
b) Tinjauan UU No. 17 Tahun 2000
(1) Pembentukan Cadangan Piutang Tak
Tertagih Blaya , Penghasilan, Kerugian?
Pasal 9 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2000
Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib
Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan pembentukan atau pemupukan dana cadangan
kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usahaasuransi,
dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan
syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
c) Kepmenkeu No. 204/KMK.04/2000 sebagai
perubahan Kepmenkeu No. 68/KMK.04/1999 SE-21/PJ.42/2000 Telah dirubah dengan
PMK 81/PMK.03/2009
Peraturan perpajakan tersebut, pada hakikatnya menentukan beberapa hal :
(1) Menentukan besaran nilai cadangan yang boleh
dikurangkan sebagai biaya dalam penghitungan PPh badan Besaran nilai cadangan
dalam Kepmenkeu No. 204/KMK.04/2000 mengacu kepada PBI No.7/2/PBI/2005.
Dasar penghitungan cadangan adalah kredit sesuai dengan kualitas
masing-masing, dengan ketentuan bahwa dasar kredit yang diajdikan acuan adalah
pokok kredit saja.
KMK 80/KMK.04/1995 stdd KMK 68/KMK.04/1999
Dasar Pembentukan Cadangan à Kredit yang diberikan Pokok Pinjaman yang diberikan
PMK 81/PMK.03/2009
Dasar Pembentukan Cadangan Piutang .Ã Piutang = Pokok Pinjaman yang
diberi
(2) Perlakuan perpajakan :
Pembentukan dan perhitungan dana
cadangan piutang tak tertagih secara fiskal harus sama dengan jumlah yang telah
diperhttungkan dalam penghitungan rugi laba komersial (pasal 5 KMK
68/KMK.04/1999)
Kerugian yang berasal dari piutang
yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang
tak tertagih dan harus memenuhi 4 syarat (pasal 6 ayat 1 huruf h UU PPh jo KEP
- 238/PJ./2001jo PMK 105/PMK.03/2009 stdd PMK 57/PMK.03/2010
Dalam hal cadangan piutang tak tertagih
seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian, maka jumlah kelebihan
cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan, sedangkan dalam hal
jumlah cadangan tersebut tidak mencukupi, maka kekurangannya diperhitungkan
sebagai kerugian.
b. Bunga Kredit Non performing loan
1) Tinjauan Peraturan.
a)
Kepdirjen pajak
No. 184/PJ./2002
Kredit Non performing adalah kredit
yang diberikan oleh bank yang digolongkan kredit kurang lancar, diragukan, dan macet
Perlakuan perpajakan atas bunga kredit non performing loan (NPL) :
Penghasilan bank berupa bunga kredit non-performing diakui pada saat penghasilan bunga tersebut diterima oleh
bank (cash basis)
Dalam hal bank membukukan penerimaan
bunga kredit non-performing sebagai pengurang pokok kredit, saat pengakuan
penghasilan ditunda hingga saat diterimanya penghasilan bunga setelah pelunasan
pokok kredit. Bank wajib menyerahkan daftar debitur yang kreditnya digolongkan
kurang lancar, diragukan, dan macet kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat bank
terdaftar sebagai Wajib Pajaksebagai lampiran dari SPTTahunan Pajak Penghasilan
tahun pajak yang bersangkutan.
b)
SE-
08/PJ.42/2002
Bank dan debitur yang terkait
terlebih dahulu harus membuat perjanjian
tambahan atau addendum atas
perjanjian kreditnya, yang menyatakan bahwa kedua belah pihak setuju untuk
memperlakukan setiap pembayaran yang dilakukan oleh debitur kepada bank sebagai
cicilan pokok kredit hingga lunasnya pokok kredit keseluruhan dan
pembayaran-pembayaran setelah itu diperlakukan sebagai bunga;
Bank dapat langsung mengakui bunga NPL
secara cash basis atau sebagai pengurang pokok kredit,
dengan menyerahkan satu dokumen perjanjian tambahan
atau addendum bersamaan
dengan penyerahan daftar debitur yang kreditnya digolongkan kurang lancar,
diragukan, dan macet kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat bank terdaftar
sebagai Wajib Pajak sebagai lampiran dari SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun
pajak yang bersangkutan;
Apabila debitur ternyata tidak
melakukan penyesuaian
saat pengakuan biaya bunga dalam
pembukuan tahun yang bersangkutan sesuai dengan perjanjian tambahan atau
addendum, maka harus dilakukan koreksi fiskal melalui prosedur pemeriksaan atau
prosedur lain yang berlaku
Dalam hal terjadi gagal bayar
(default) oleh debitur sehingga bank melakukan penghapusan piutang tak tertagih
atas bunga yang belum dibayar, maka sebagai konsekuensi belum diakuinya bunga
tersebut sebagai penghasilan bank dan biaya debitur, penghapusan piutang tak tertagih atas bunga tersebut bagi bank bukan merupakan
kerugian sedang bagi debitur bukan merupakan keuntungan karena pembebasan
utang.
c) KEP - 238/PJ12001 - Penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak
tertagih
Dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak, Wajib
Pajak dapat membebankan penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih sebagai biaya dengan syarat:
(1) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi
komersial; dan
(2) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan
Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN), atau adanya
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang (perjanjian
restrukturisasi utang usaha) antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; dan
(3) Telah diumumkan dalam penerbitan umum
atau khusus; dan
(4) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak.
d. Piutang Yang Nyata-nyata Tidak Da
pat Ditagih
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih diatur dalam PMK- 105/PMK.03/2009 stdd PMK-57/PMK.03/2010 (berlaku
sejak 1 Januri 2009). PMK- 57/PMK.03/2010 disampaikan melalui SE-62/PJ/2010
tanggal 10 Mei 2010. Pokok-pokok ketentuan adalah sebagai berikut :
1) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah
piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang
usahanya, yang nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun telah dilakukan
upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib Pajak
2) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat dapat dibebankan
sebagai pengurang penghasilan bruto, sepanjang memenuhi persyaratan:
·
telah
dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
·
Wajib Pajak
harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut
dalam bentuk hard copy dan/atau soft copy kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
·
Piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah diserahkan perkara penagihannya
kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang
negara, atau terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur atas piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut, atau telah dipublikasikan dalam
penerbitan umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya
telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu. Persyaratan ini tidak berlaku
untuk debitur Kecil (<=Rp
100 juta) atau debitur kecil lainnya (<=Rp 5 juta).
3) Daftar piutang yang nyata-nyata tidak
dapat ditagih dan dokumen/bukti untuk pemenuhan ketentuan dalam butir b di atas
diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pajak dengan cara melampirkannya dalam
Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh tahun pajak dihapuskannya piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih.
4) Penerbitan umum atau khusus sebagaimana dimaksud dalam
syarat piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah penerbitan yang
meliputi:
·
Penerbitan
umum adalah pemuatan pengumuman pada penerbitan surat kabar/majalah atau media
massa cetak yang lazim lainnya yang berskala nasional; atau
·
Penerbitan
khusus adalah pemuatan pengumuman pada:
·
penerbitan Himpunan Bank-Bank Milik
Negara (HIMBARA)/Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (PERBANAS)
·
penerbitan/pengumuman
khusus Bank Indonesia; dan/atau
·
penerbitan yang dikeluarkan oleh
asosiasi yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dan pihak kreditur menjadi
anggotanya.
Yang dimaksud debitur kecil adalah piutang debitur kecil yang
jumlahnya tidak melebihi Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), yang merupakan
gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit yang diberikan oleh suatu
institusi bank/lembaga pembiayaan dalam negeri sebagai akibat adanya pemberian:
·
Kredit Usaha
Keluarga Prasejahtera (Kukesra), yaitu kredit lunak untuk usaha ekonomi
produktif yang diberikan kepada Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I
yang telah menjadi peserta Takesra dan tergabung dalam kegiatan kelompok
Prokesra-OPPKS;
·
Kredit Usaha
Tani (KUT), yaitu kredit modal kerja yang diberikan oleh bank kepada koperasi
primer baik sebagai pelaksana (executing) maupun penyalur (channeling) atau kepada Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) sebagai pelaksana pemberian kredit, untuk keperluan petani yang tergabung
dalam kelompok tani guna membiayai usaha taninya dalam rangka intensifikasi
padi, palawija, dan hortikultura;
·
Kredit Pemilikan Rumah Sangat
Sederhana (KPRSS), yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada masyarakat
untuk pemilihan rumah sangat sederhana (RSS);
·
Kredit Usaha
Kecil (KUK), yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil;
·
Kredit Usaha Rakyat (KUR), yaitu
kredit yang diberikan untuk keperluan modal usaha kecil lainnya selain KUK;
dan/atau
·
Kredit kecil lainnya dalam rangka
kebijakan perkreditan Bank Indonesia dalam mengembangkan usaha kecil dan
koperasi.
Yang dimaksud debitur kecil lainnya ->
debitur selain sebagaimana dimaksud dalam butir e di atas yang jumlahnya tidak
melebihi Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Apabila di kemudian hari piutang
yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dilunasi oleh debitur seluruhnya atau
sebagian, maka jumlah piutang yang dilunasi tersebut merupakan penghasilan bagi
kreditur pada tahun pajak diterimanya pelunasan.
e. Pembentukan/Pemupukan Dana Cadangan
Pembentukan/pemupukan dana cadangan diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 tanggal 22 April 2009 (berlaku sejak
tanggal 1 Januari 2009). Pokok-pokok ketentuan adalah sebagai berikut :
1) Bank umum konvensional dan bank umum syariah serta BPR
konvensional dan BPR Syariah dapat membentuk dana cadangan piutang tak
tertagih.
2) Besarnya cadangan piutang tak tertagih
sebagai berikut :
a) Bank Umum Konvensional :
·
1% (satu persen) dari piutang
dengan kualitas yang digolongkan lancar, tidak termasuk Sertifikat Bank
Indonesia dan Surat Utang Negara;
·
5% (lima persen) dari piutang
dengan kualitas yang digolongkan dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai
agunan;
·
15% (lima belas persen) dari
piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan
nilai agunan;
·
50% (lima puluh persen) dari
piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan
nilai agunan; dan
·
100% (seratus persen) dari piutang
dengan kualitas yang digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
b) Bank Umum Syariah :
·
1% (satu persen) dari piutang
dengan kualitas yang digolongkan lancar, tidak termasuk Sertifikat Wadiah Bank
Indonesia dan surat berharga yang diterbitkan Pemerintah berdasarkan prinsip
syariah;
·
5 % (lima persen) dari piutang
dengan kualitas yang digolongkan dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai
agunan;
·
15% (lima belas persen) dari
piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan
nilai agunan;
·
50% (lima puluh persen) dari
piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan
nilai agunan; dan
·
100% (seratus persen) dari piutang
dengan kualitas yang digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
c) BPR Konvensional :
·
0,5% (setengah persen) dari piutang
dengan kualitas lancar tidak termasuk Sertifikat Bank Indonesia;
·
10% (sepuluh persen) dari piutang
dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
·
50% (lima puluh persen) dari
piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
·
100% (seratus persen) dari piutang
dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan nilai agunan
d) BPR Syariah :
·
0,5% (setengah persen) dari piutang
dengan kualitas lancar tidak termasuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia;
·
10% (sepuluh persen) dari piutang
dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
·
50% (lima puluh persen) dari
piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
·
100% (seratus persen) dari piutang
dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang
pada cadangan (tiap jenis bank umum dan BPR) sebagaimana dimaksud di atas
paling tinggi adalah:
·
100% (seratus
persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
·
75% (tujuh puluh lima persen) dari
nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai
3) Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk
dana cadangan tersebut di atas adalah jumlah pokok pinjaman yang diberikan oleh
bank.
4) Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak
dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.
5) Dalam hal cadangan piutang tak tertagih
tidak atau tidak seluruhnya dipakai untuk menutup penghapusan piutang yang
nyata-nyata tidak tertagih, maka jumlah kelebihan cadangan tersebut harus
diakui sebagai penghasilan. Dan sebaliknya, apabila jumlah cadangan yang ada
tidak mencukupi, maka kekurangannya diperhitungkan sebagai kerugian (biaya).
PERATURAN PERPAJAKAN
PERBANKAN
A. Peraturan Perpajakan Terkait Industri Perbankan
1. Peraturan Pajak Penghasilan Terkait Industri Perbankan
a. Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
beberapakali terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010
Tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak.
c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 Tentang
Pembentukan atau Pemupukan Cadangan Yang Boleh dikurangkan sebagai Biaya.
d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan
Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 105/PMK.03/2009
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor :
57/PMK.03/2010 tentang Piutang yang Nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dapat
dikurangkan dari Penghasilan Bruto
f. Keputusan Dirjen Pajak Nomor : Kep-238/PJ/2001 sebagamana
telah diubah dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor : Per-22/PJ/2010 tentang
Penghapusan Piutang yang Nyata-nyata Tidak Dapat Ditagih;
g. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 31/PJ/2009 stdd
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 57/PJ/2010 Tentang Pedoman Teknis Tata
Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau
Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan
Orang Pribadi.
h. Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor 244/PJ/2008 Tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23
Ayat (1) Huruf C Angka 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak
Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
i.
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Per - 160/PJ/2005 Tanggal 17 April 2006 Ralat
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per - 160/pj/2005 Tentang Tata Cara
Penerbitan Surat Keterangan Bebas (skb) Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Bunga
Deposito Dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia Yang Diterima
Atau Diperoleh Dana Pensiun Yang Pendiriannya Telah Disahkan Oleh Menteri
Keuangan
j. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE -
08/PJ.42/2002 Tanggal 17 Mei 2002 Pengakuan Penghasilan Atas Penghasilan Bank
Berupa Bunga Kredit Non-Performing.
k. Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun
2000 Tanggal 15 Desember 2000 Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito Dan
Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia.
I. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE - 01/PJ.43/2001 Tanggal 4 Januari 2001
Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 Tanggal 15 Desember 2000 Tentang Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito Dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia
Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 Tanggal 15 Desember 2000 Tentang Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito Dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia
m. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE -
20/PJ.4/1995 Tanggal 26 April 1995 Besarnya Cadangan Yang Boleh Dibebankan
Sebagai Biaya. (Seri PPh Umum Nomor 8).
n. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE -
07/PJ.7/1995 Tanggal 31 Maret 1995 Kerahasiaan Bank Dalam Kaitannya Dengan
Pemeriksaan Pajak. (Seri Pemeriksaan 83)
o. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor SE - 31/PJ.7/1990 Tanggal 7 Desember 1990 Pemeriksaan Terhadap Bank
(Sebagai Wajib Pajak).
2. Peraturan Pajak Pertambahan Nilai
Terkait Industri Perbankan
a. Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
beberapakali terakhir dengan UU No. 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan
Nilai.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 Tentang Jenis
Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
c. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor SE-121/PJ/2010 tanggal 23 November 2010 Tentang Penegasan Perlakuan Pajak
Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Usaha Perbankan.
d. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-34/PJ.53/1995
Tentang Perlakuan PPN Atas Jasa Consumer Credit, Credit Card, dan Debit Card (Seri
Ppn 24-95).
e. S-141/PJ.32/1996 12 Agustus 1996
Pengenaan PPN atas Jasa Wali Amanat
f. S-2599/PJ.532/1998 18 November 1998
PPN atas Appraisal Fee.
g. S-172/PJ.532/2002 25 Februari 2002 Konfirmasi Ketentuan PPN
atas Jasa ATM Sehubungan dengan Pengisian Pulsa isi Ulang Kartu Prabayar.
h. S-56/PJ.53/2004 4 Februari 2004 Jasa
Penukaran Uang Pecahan Kecil.
i. S-497/PJ.53/2005 3 Juni 2005 PPN atas Penyerahan Jasa Agen
Fasilitas, Agen Jaminan
dan Agen Escrow.
dan Agen Escrow.
j. S-947/PJ.53/2005 31 Oktober 2005 Perlakuan PPN atas Jasa
Pembacaan Meter dan Jasa Perbankan.
No comments:
Post a Comment