Monday, March 21, 2016

Aspek Perpajakan Perbankan

Aspek Perpajakan Perbankan
Kegiatan perkreditan merupakan kegiatan utama dan terbesar bank umum untuk menyalurkan dana kepada kepada pihak ketiga. Penghasilan dan biaya muncul dalam kegiatan perkreditan adalah pendapatan bunga, fee based income, biaya bunga, dan biaya provisi/komisi. Khusus bank umum yang menjalankan prinsip syariah, terdapat unsur penghasilan berbasis syariah/bagi hasil, misal murabahah, dll.

1) Pendapatan Bunga (Interest Base Income) PSAK 31 poin 20
Bunga kredit diperoleh dari kegiatan penyaluran kredit yang merupakan bisnis utama bank umum. Pendapatan bunga kredit diakui secara akrual, kecuali untuk pendapatan bunga atas aktiva produktif yang diklasifikasi sebagai non performing (kurang lancar, diragukan, dan macet) diakui secara tunai (cash basis)
Bunga yang diterima oleh bank umum selain berasal dari kredit juga berasal dari bunga penempatan dana kepada bank lain (Giro, Deposito, Obligasi dan surat pengakuan utang lainnya dan bunga dari investasi surat berharga, misalnya obligasi atau SBI.
2) Pendapatan berupa fee based income
PSAK 31 poin 27
Pendapatan dan beban yang berkattan dengan jangka waktu diakui selama jangka waktu tersebut. Pendapatan dan beban yang tidak berkattan dengan jangka waktu diakui pada saat terjadinya transaksi dalam periode yang bersangkutan.
Fee based income suatu bank umum biasanya berasal dari kegiatan sbb :

Jasa-jasa Bank dimaksud di atas meliputi :
a)     Pembayaran internasional
Untuk melakukan transaksi pertukaran barang dan jasa antar negara, maka penjual dan pembeli yang berbeda negara domisilinya membutuhkan jasa bank untuk melakukan dan menerima pembayaran harga secara cash.
b)    Letter Of Credit
Jaminan tertulis dari bank penerbit atas perintah nasabah (pembeli/importir) untuk melakukan pembayaran ke beneficiery (penjual/eksportir), asalkan beneficiery menyerahkan dokumen yang sesuai dengan persyaratan L/C tersebut.
c)     Kliring
Sarana perhitungan warkat antar bank yang dilaksanakan oleh BI (Bank Indonesia) dengan tujuan memperluas dan memperlancar lalu lintas pembayaran lalu lintas pembayaran.
d)    Bankassurance
Kerjasama bank dengan asuransi dapat dikategorikan dalam tiga jenis, yaitu:
-      Point of Sales : dimana bank hanya menerima fee
Asuransi menjual produknya lewat jaringan bank, dengan demikian bank akan mendapat fee dan teller juga mendapat fee. Contoh : Mandiri dengan AXA.
-      Embeded : produk asuransi yang menempel pada produk bank. Contoh : Tabungan yang ada Asuransi Jiwa-nya.
-      Corporation (hubungan dengan Induk), jarang dilakukan oleh bank-bank di Indonesia.
e)     Bank Garansi
Jaminan yang diterbitkan oleh bank berdasarkan keinginan pemohon yang ditujukan kepada pihak ketiga, dengan memberikan jaminan berupa uang tertentu ke pihak ketiga papabila ternyata si pemohon melakukan wanprestasi.
f)      Inkaso
Penagihan warkat kliring (cek/BG atau warkat lain) ke bank penerbit di luar wilayah kliring. Inkaso keluar merupakan penagihan warkat kliring ke bank yang tidak satu wilayah kliring. Penagihan dilakukan melalui kantor cabang yang satu wilayah kliring dengan bank penerbit warkat .
Inkaso masuk merupakan penagihan warkat kliring yang diterima bank peserta kliring yang satu wilayah kliring dengan bank penerbit. Warkat tersebut berasal dari kantor cabang yang tidak satu wilayah kliring dengan bank penerbit.
g)       Cek Perjalanan (Travellers Cheque)
Cek khusus yang diterbitkan oleh bank / lembaga keuangan dalam bentuk yang sudah tercetak dan dalam mata uang dan denominasi tertentu.
h)       Remittance
Jasa pengiriman dan penerimaan uang dari luar negeri melalui fasilitas bank.
i)         Safe Deposit Box
Jasa perbankan yang diberikan untuk memberikan rasa aman atas penyimpanan barang milik nasabah pada ruang khusus sehingga pengguna jasa safe deposit bax terhindar dari resiko pencurian, kebakaran, dan kebanjiran.
j)         Phone banking/Internet banking
Fasilitas kemudahan yang diberikan oleh bank kepada nasabah untuk melakukan transaksi tanpa harus pergi ke bank tetapi cukup dengan menggunakan fasilitas telepon / internet.
k)       Cash Management
Strategi pengelolaan kas perusahaan atau dana nasabah, sehingga nasabah dapat melakukan transaksi dengan lancar dan mendapatkan profit sesuai yang diharapkan.
I)    Pengiriman Uang/Transfer
Mekanisme pengiriman atau penerimaan sejumlah dana tertentu yang dilakukan oleh bank atas perintah nasabah.
m)     Kartu Kredit
Alat pembayaran berbentuk kartu dan berfungsi sebagai pengganti uang tunai dan kartu ini digunakan sebagai alat pembayaran atas transaksi pembelian barang dan jasa.
n)       ATM (Automated Teller Machine)
Suatu sistem pembayaran yang diberikan bank kepada nasabah secara elektronik dengan menggunakan komputer untuk mengupayakan penyelesaian-penyelesaian secara otomatis dari sebagian fungsi yang biasanya dilakukan oleh teller.
o)       Jasa Iainnya
-      Money Market Transaction
-      Capital Market Transaction
-      Investment
-     BONDS
-     SBI/SUN
Investasi (Bonds dan SBI /SUN) dilakukan oleh bagian Treasury yang hanya ada di kantor pusat kecuali bank-bank besar di cabang juga biasa melakukan investasi.
-      Other Custody (Settlement, In action)
-      Financial Advisor

3) Pendapatan Operasional Lainnya
Penghasilan operasional lainnya diperoleh bank umum masih dalam kerangka UU Perbankan Nomor 10 / 1998. Penghasilan yang lazim diperoleh bank umum antara lain : Pungutan administrasi dan denda simpanan dan kredit yang diberikan, termasuk provisi / komisi
a)   Keuntungan transaksi mata uang asing (valas)
b)   Keuntungan jual beli surat berharga (obligasi, surat berharga, dll)
c)   Keuntungan kenaikan nilai surat berharga ( saham, obligasi, dll)
4) Pendapatan Non Operasional
Penghasilan non operasional lainnya diperoleh bank umum karena kegiatan usaha lain diluar koridor UU Perbankan Nomor 10 / 1998. Penghasilan ini diperoleh sebagai akibat keberadaan aset atau transaksi yang sangat jarang dilakukan oleh bank umum. Misalnya, karena bank mempunyai asset gedung yang menganggur, maka gedung dapat sewakan kepada pihak lain, atau karena bank umum mempunyai aktiva yang kurang produktif / menganggur, maka asset tersebut dijual kepada pihak lain.
5) Pendapatan Luar Biasa
Kadangkala bank dihadapkan pada suatu keuntungan yang diterima secara tiba-tiba (windfall profit) dan harus dikelompokkan dalam pos pendapatan Luar Biasa. Kriteria Pendapatan ini adalah : bersifat Tidak Normal dan Tidak Sering Terjadi.

b. Jenis Biaya Bank Umum
1) Biaya Utama berupa biaya bunga dan provisi / komisi
Biaya bunga timbul pada bank umum karena beberapa sebab, yaitu :
- Dana pihak ketiga yang ditempatkan di bank tersebut
- Pinjaman bank kepada pihak ketiga
- Surat berharga yang diterbitkan oleh bank dan dijual kepada pihak ketiga

2) Biaya Operasional lainnya
Biaya operasional lainnya adalah biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan operasi perusahaan tetapi bukan merupakan biaya utama berupa biaya bunga. Berdasarkan struktur laba rugi bank-bank BUMN tahun 2006, dibandingkan dengan total biaya perusahaan, maka porsi biaya operasional lainnya rata-rata 32%, sedangkan biaya bunga sebagai biaya utama rata-rata 58%. Biaya operasional lainnya biasanya terdiri dari:
a) Beban Personalia
Beban personalia merupakan beban terbesar dalam struktur biaya operasional lainnya. Berdasarkan struktur laba rugi bank-bank BUMN tahun 2006, dibandingkan dengan total biaya perusahaan, maka porsi beban personalia rata-rata mencapai 16%. Beban Personalia, terdiri dari:
- Gaji dan upah yang dibayarkan kepada pegawai
- Tunjangan
- Pendidikan dan pelatihan pegawai
Termasuk dalam gaji dan upah adalah gaji dan kompensasi lainnya yang dibayarkan kepada direksi dan dewan komisaris.
b)       Beban administrasi dan umum
Beban administrasi dan umum merupakan beban terbesar kedua dalam struktur biaya operasional lainnya. Berdasarkan struktur laba rugi bank-bank BUMN tahun 2006,dibandingkan dengan total biaya perusahaan, maka porsi beban administrasi rata-rata mencapai 11 %. Beban administrasi dan umum, terdiri dari:
- Penyusutan aktiva tetap
- Biaya sewa mesin, peralatan, kendaraan, ruang/gedung
- Teknologi informasi adalah sehubungan dengan software komputer, termasukperawatan, pemeliharaan, dan perbaikan.
- Perbaikan dan pemeliharaan mesin, peralatan, kendaraan, bangunan
- Komunikasi
- Listrik dan air
- Transportasi
- Jasa profesional
- Penelitian dan pengembangan
c)       Beban promosi
Beban promosi ini antara lain biaya pemasangan iklan di media massa dan biaya pemasaran. Beban promosi akan dibahas lebih lanjut dalam kegiatan marketing.
d)       Kerugian penurunan nilai surat berharga (saham, obligasi, dli)
Kerugian penurunan nilai surat berharga muncul sebagai resiko kegiatan terasurry bank, dalam bentuk investasi kepada instrumen yang berbasis saham, obligasi, dan surat berharga lainnya.
e)       Kerugian transaksi mata uang asing
Kerugian penurunan nilai surat berharga muncul sebagai resiko kegiatan terasurry bank, dalam bentuk transaksi kegiatan valuta asing dalam menunjang fungsi bank dalam memperlancar sistem pembayaran.
3) Biaya Non Operasional
Biaya non operasional merupakan offset dari penghasilan non operasional yang diperoleh bank umum karena kegiatan usaha lain diluar koridor UU Perbankan Nomor 10 tahun 1998. Biaya non opersional lain timbul sehubungan dengan perolehan pendapatan non opersional sebagai akibat keberadaan aset atau transaksi yang sangat jarang dilakukan oleh bank umum. Misalnya, karena bank mempunyai asset gedung yang menganggur, maka gedung dapat sewakan kepada pihak lain, atau karena bank umum mempunyai aktiva yang kurang produktif / menganggur, maka asset tersebut dijual kepada pihak lain.








Account Khusus
a. Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA)

Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA)
AKTIVA PRODUKTIF

AKTIVA NON PRODUKTIF
Cadangan Umum

Cadangan Khusus

Cadangan Khusus

Beberapa Pengertian
Aktiva adalah aktiva produktif dan aktiva non produktif
Aktiva Produktif Penyediaan dana bank untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali, tagihan derivatif, penyertaan, transaksi rekening administratif serta bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
Aktiva non produktif adalah Aset bank selain aktiva produktif yang memiliki potensi kerugian, antara lain dalam bentuk agunan yang diambil alih, properti terbengkalai, rekening antar kantor dan suspense account.
Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) adalah Cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu berdasarkan kualitas aktiva.
1) Tinjauan Peraturan.
a) Tinjauan Teoritis dalam PBI No. 7/2/PBI/2005 dan PBI No. 8/2/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum
(1)                             Pertimbangan dibentuk PPA
Kelangsungan usaha bank antara lain tergantung dari kemampuan dan efektifitas bank dalam mengelola resiko kredit dan meminimalkan potensi kerugian. Bank harus mengelola resiko kredit dan meminimalkan potensi kerugian yaitu dengan menjaga kualitas aktiva dan membentu penyisihan penghapusan aktiva yang memadai.
(2)                             Besarnya PPA yang harus dibentuk "paling kurang" :
Cadangan Umum*)
1% dari aktiva produktif kualitas lancar
Cadangan Khusus **)
5% dari aktiva produktif kualitas dalam perhatian khusus dikurangi nilai agunan 15% dari aktiva produktif kualitas kurang lancar dikurangi nilai agunan 50% dari aktiva produktif kualitas

*) Pembentukan cadangan umum dikecualikan untuk aktiva produktif dalam bentuk SBI dan SUN serta bagian aktiva produktif yang dijamin dengan agunan tunai (termasuk agunan tunai antara lain tabungan/deposito/giro/ SBI/SUN)
**) nilai agunan sebagai faktor pengurang dalam perhitungan PPA hanya berlaku untuk aktiva produktif.



(3) Nilai agunan
Jenis aktiva agunan yang dapat dikurangkan dalam penghitungan PPA dan besaran nilai agunan yang dapat digunakan sudah ditentukan dalam PBI No. 7/2/PBI/2005 dan PBI No. 8/2/PBI/2006
(a)    Surat berharga dan saham yang aktif diperdagangkan di bursa efek di Indonesia atau memiliki peringkat , yang diikat secara gadai, paling tinggi sebesar 50% dari nilai yang tercatat bursa efek pada akhir bulan
(b)    tanah, gedung, rumah tinggal, pesawat udara, kapal laut, kendaraan bermotor dan persediaan, yang diikat dengan hak tanggungan / hipotek / fiducia, paling tinggi sebesar:
(1)    70% dari penilaian apabila penilaian dilakukan dalam 12 bulan terakhir
(2)    50% dari penilaian apabila penilaian dilakukan telah melampaui jangka waktu 12 bulan namun belum melampaui 18 bulan
(3)    30% dari penilaian apabila penilaian dilakukan telah melampaui jangka waktu 18 bulan namun belum melampaui 24 bulan
(4)    0% dari penilaian apabila penilaian dilakukan telah melampaui jangka waktu 24 bulan
(4) Perhltungan PPA oleh bank harus disesuaikan secara periodik.
Perhitungan PPA oleh bank harus disesuaikan dengan penetapan BI dalam laporan yang disampaikan oleh bank kepada BI dan atau laporan publikasi paling lambat periode laporan berikutnya setelah pemberitahuan dari BI.
(5) Hapus Buku dan Hapus Taglh
Beberapa ketentuan hapus buku dan hapustagih dalam PBI No. 7/2/PBI/2005
(1) Hapus buku dan atau hapus tagih hanya dapat dilakukan terhadap penyediaan dana yang memiliki kualitas macet.
(2) Hapus buku tidak dapat dilakukan terhadap sebagian penyediaan dana (partial write off)
(3) Hapus tagih dapat dilakukan terhadap sebagian atau seluruh penyediaan dana.
(4) Hapus buku dan atau hapus tagih hanya dapat dilakukan setelah bank melakukan berbagai upaya untuk memperoleh kembali aktiva produktif yang diberikan.
b) Tinjauan UU No. 17 Tahun 2000
(1) Pembentukan Cadangan Piutang Tak Tertagih Blaya , Penghasilan, Kerugian?
Pasal 9 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2000
Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usahaasuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
c)  Kepmenkeu No. 204/KMK.04/2000 sebagai perubahan Kepmenkeu No. 68/KMK.04/1999 SE-21/PJ.42/2000 Telah dirubah dengan PMK 81/PMK.03/2009
Peraturan perpajakan tersebut, pada hakikatnya menentukan beberapa hal :
(1) Menentukan besaran nilai cadangan yang boleh dikurangkan sebagai biaya dalam penghitungan PPh badan Besaran nilai cadangan dalam Kepmenkeu No. 204/KMK.04/2000 mengacu kepada PBI No.7/2/PBI/2005.
Dasar penghitungan cadangan adalah kredit sesuai dengan kualitas masing-masing, dengan ketentuan bahwa dasar kredit yang diajdikan acuan adalah pokok kredit saja.

KMK 80/KMK.04/1995 stdd KMK 68/KMK.04/1999
Dasar Pembentukan Cadangan à Kredit yang diberikan Pokok Pinjaman yang diberikan
PMK 81/PMK.03/2009
Dasar Pembentukan Cadangan Piutang .à Piutang = Pokok Pinjaman yang diberi
(2) Perlakuan perpajakan :
Pembentukan dan perhitungan dana cadangan piutang tak tertagih secara fiskal harus sama dengan jumlah yang telah diperhttungkan dalam penghitungan rugi laba komersial (pasal 5 KMK 68/KMK.04/1999)
Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih dan harus memenuhi 4 syarat (pasal 6 ayat 1 huruf h UU PPh jo KEP - 238/PJ./2001jo PMK 105/PMK.03/2009 stdd PMK 57/PMK.03/2010
Dalam hal cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian, maka jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan, sedangkan dalam hal jumlah cadangan tersebut tidak mencukupi, maka kekurangannya diperhitungkan sebagai kerugian.

b. Bunga Kredit  Non performing loan
1) Tinjauan Peraturan.
a)            Kepdirjen pajak No. 184/PJ./2002
Kredit Non performing adalah kredit yang diberikan oleh bank yang digolongkan kredit kurang lancar, diragukan, dan macet
Perlakuan perpajakan atas bunga kredit non performing loan (NPL) :
Penghasilan bank berupa bunga kredit non-performing diakui pada saat penghasilan bunga tersebut diterima oleh bank (cash basis)
Dalam hal bank membukukan penerimaan bunga kredit non-performing sebagai pengurang pokok kredit, saat pengakuan penghasilan ditunda hingga saat diterimanya penghasilan bunga setelah pelunasan pokok kredit. Bank wajib menyerahkan daftar debitur yang kreditnya digolongkan kurang lancar, diragukan, dan macet kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat bank terdaftar sebagai Wajib Pajaksebagai lampiran dari SPTTahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang bersangkutan.
b)                            SE- 08/PJ.42/2002
Bank dan debitur yang terkait terlebih dahulu harus membuat perjanjian tambahan atau addendum atas perjanjian kreditnya, yang menyatakan bahwa kedua belah pihak setuju untuk memperlakukan setiap pembayaran yang dilakukan oleh debitur kepada bank sebagai cicilan pokok kredit hingga lunasnya pokok kredit keseluruhan dan pembayaran-pembayaran setelah itu diperlakukan sebagai bunga;
Bank dapat langsung mengakui bunga NPL secara cash basis atau sebagai pengurang pokok kredit, dengan menyerahkan satu dokumen perjanjian tambahan atau addendum bersamaan dengan penyerahan daftar debitur yang kreditnya digolongkan kurang lancar, diragukan, dan macet kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat bank terdaftar sebagai Wajib Pajak sebagai lampiran dari SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang bersangkutan;
Apabila debitur ternyata tidak melakukan penyesuaian saat pengakuan biaya bunga dalam pembukuan tahun yang bersangkutan sesuai dengan perjanjian tambahan atau addendum, maka harus dilakukan koreksi fiskal melalui prosedur pemeriksaan atau prosedur lain yang berlaku
Dalam hal terjadi gagal bayar (default) oleh debitur sehingga bank melakukan penghapusan piutang tak tertagih atas bunga yang belum dibayar, maka sebagai konsekuensi belum diakuinya bunga tersebut sebagai penghasilan bank dan biaya debitur, penghapusan piutang tak tertagih atas bunga tersebut bagi bank bukan merupakan kerugian sedang bagi debitur bukan merupakan keuntungan karena pembebasan utang.
c) KEP - 238/PJ12001 - Penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak tertagih
Dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak, Wajib Pajak dapat membebankan penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagai biaya dengan syarat:
(1) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; dan
(2) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN), atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang (perjanjian restrukturisasi utang usaha) antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; dan
(3) Telah diumumkan dalam penerbitan umum atau khusus; dan
(4) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak.
d. Piutang Yang Nyata-nyata Tidak Da pat Ditagih
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih diatur dalam PMK- 105/PMK.03/2009 stdd PMK-57/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 Januri 2009). PMK- 57/PMK.03/2010 disampaikan melalui SE-62/PJ/2010 tanggal 10 Mei 2010. Pokok-pokok ketentuan adalah sebagai berikut :
1) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang usahanya, yang nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun telah dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib Pajak
2) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, sepanjang memenuhi persyaratan:
·    telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
·    Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut dalam bentuk hard copy dan/atau soft copy kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
·       Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara, atau terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu. Persyaratan ini tidak berlaku untuk debitur Kecil (<=Rp 100 juta) atau debitur kecil lainnya (<=Rp 5 juta).
3) Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan dokumen/bukti untuk pemenuhan ketentuan dalam butir b di atas diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pajak dengan cara melampirkannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh tahun pajak dihapuskannya piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.
4) Penerbitan umum atau khusus sebagaimana dimaksud dalam syarat piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah penerbitan yang meliputi:
·         Penerbitan umum adalah pemuatan pengumuman pada penerbitan surat kabar/majalah atau media massa cetak yang lazim lainnya yang berskala nasional; atau
·         Penerbitan khusus adalah pemuatan pengumuman pada:
·         penerbitan Himpunan Bank-Bank Milik Negara (HIMBARA)/Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (PERBANAS)
·         penerbitan/pengumuman khusus Bank Indonesia; dan/atau
·         penerbitan yang dikeluarkan oleh asosiasi yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dan pihak kreditur menjadi anggotanya.
Yang dimaksud debitur kecil adalah piutang debitur kecil yang jumlahnya tidak melebihi Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), yang merupakan gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit yang diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga pembiayaan dalam negeri sebagai akibat adanya pemberian:
·         Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), yaitu kredit lunak untuk usaha ekonomi produktif yang diberikan kepada Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I yang telah menjadi peserta Takesra dan tergabung dalam kegiatan kelompok Prokesra-OPPKS;
·         Kredit Usaha Tani (KUT), yaitu kredit modal kerja yang diberikan oleh bank kepada koperasi primer baik sebagai pelaksana (executing) maupun penyalur (channeling) atau kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai pelaksana pemberian kredit, untuk keperluan petani yang tergabung dalam kelompok tani guna membiayai usaha taninya dalam rangka intensifikasi padi, palawija, dan hortikultura;
·         Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS), yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada masyarakat untuk pemilihan rumah sangat sederhana (RSS);
·         Kredit Usaha Kecil (KUK), yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil;
·         Kredit Usaha Rakyat (KUR), yaitu kredit yang diberikan untuk keperluan modal usaha kecil lainnya selain KUK; dan/atau
·         Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia dalam mengembangkan usaha kecil dan koperasi.
Yang dimaksud debitur kecil lainnya -> debitur selain sebagaimana dimaksud dalam butir e di atas yang jumlahnya tidak melebihi Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Apabila di kemudian hari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dilunasi oleh debitur seluruhnya atau sebagian, maka jumlah piutang yang dilunasi tersebut merupakan penghasilan bagi kreditur pada tahun pajak diterimanya pelunasan.
e. Pembentukan/Pemupukan Dana Cadangan
Pembentukan/pemupukan dana cadangan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 tanggal 22 April 2009 (berlaku sejak tanggal 1 Januari 2009). Pokok-pokok ketentuan adalah sebagai berikut :
1) Bank umum konvensional dan bank umum syariah serta BPR konvensional dan BPR Syariah dapat membentuk dana cadangan piutang tak tertagih.
2) Besarnya cadangan piutang tak tertagih sebagai berikut :
a) Bank Umum Konvensional :
·         1% (satu persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan lancar, tidak termasuk Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Utang Negara;
·         5% (lima persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan;
·         15% (lima belas persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
·         50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
·         100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
b) Bank Umum Syariah :
·         1% (satu persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan lancar, tidak termasuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dan surat berharga yang diterbitkan Pemerintah berdasarkan prinsip syariah;
·         5 % (lima persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan;
·         15% (lima belas persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
·         50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
·         100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
c) BPR Konvensional :
·         0,5% (setengah persen) dari piutang dengan kualitas lancar tidak termasuk Sertifikat Bank Indonesia;
·         10% (sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
·         50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
·         100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan nilai agunan

d) BPR Syariah :
·       0,5% (setengah persen) dari piutang dengan kualitas lancar tidak termasuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia;
·       10% (sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
·       50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
·       100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan (tiap jenis bank umum dan BPR) sebagaimana dimaksud di atas paling tinggi adalah:
·       100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
·       75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai
3)      Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan tersebut di atas adalah jumlah pokok pinjaman yang diberikan oleh bank.
4)      Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.
5)      Dalam hal cadangan piutang tak tertagih tidak atau tidak seluruhnya dipakai untuk menutup penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak tertagih, maka jumlah kelebihan cadangan tersebut harus diakui sebagai penghasilan. Dan sebaliknya, apabila jumlah cadangan yang ada tidak mencukupi, maka kekurangannya diperhitungkan sebagai kerugian (biaya).



PERATURAN PERPAJAKAN PERBANKAN

A. Peraturan Perpajakan Terkait Industri Perbankan
1. Peraturan Pajak Penghasilan Terkait Industri Perbankan
a.      Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah beberapakali terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
b.      Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 Tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak.
c.       Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 Tentang Pembentukan atau Pemupukan Cadangan Yang Boleh dikurangkan sebagai Biaya.
d.      Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
e.      Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 105/PMK.03/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 57/PMK.03/2010 tentang Piutang yang Nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto
f.       Keputusan Dirjen Pajak Nomor : Kep-238/PJ/2001 sebagamana telah diubah dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor : Per-22/PJ/2010 tentang Penghapusan Piutang yang Nyata-nyata Tidak Dapat Ditagih;
g.      Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 31/PJ/2009 stdd Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 57/PJ/2010 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi.
h.      Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 244/PJ/2008 Tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Angka 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
i.        Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per - 160/PJ/2005 Tanggal 17 April 2006 Ralat Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per - 160/pj/2005 Tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Bebas (skb) Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito Dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia Yang Diterima Atau Diperoleh Dana Pensiun Yang Pendiriannya Telah Disahkan Oleh Menteri Keuangan
j.       Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 08/PJ.42/2002 Tanggal 17 Mei 2002 Pengakuan Penghasilan Atas Penghasilan Bank Berupa Bunga Kredit Non-Performing.
k.      Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 Tanggal 15 Desember 2000 Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito Dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia.
I.     Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 01/PJ.43/2001 Tanggal 4 Januari 2001
Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 Tanggal 15 Desember 2000 Tentang Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito Dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia
m.     Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 20/PJ.4/1995 Tanggal 26 April 1995 Besarnya Cadangan Yang Boleh Dibebankan Sebagai Biaya. (Seri PPh Umum Nomor 8).
n.      Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 07/PJ.7/1995 Tanggal 31 Maret 1995 Kerahasiaan Bank Dalam Kaitannya Dengan Pemeriksaan Pajak. (Seri Pemeriksaan 83)
o.      Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 31/PJ.7/1990 Tanggal 7 Desember 1990 Pemeriksaan Terhadap Bank (Sebagai Wajib Pajak).

2. Peraturan Pajak Pertambahan Nilai Terkait Industri Perbankan
a.     Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah beberapakali terakhir dengan UU No. 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai.
b.     Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 Tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
c.     Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-121/PJ/2010 tanggal 23 November 2010 Tentang Penegasan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Usaha Perbankan.
d.     Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-34/PJ.53/1995 Tentang Perlakuan PPN Atas Jasa Consumer Credit, Credit Card, dan Debit Card (Seri Ppn 24-95).
e.     S-141/PJ.32/1996 12 Agustus 1996 Pengenaan PPN atas Jasa Wali Amanat
f.      S-2599/PJ.532/1998 18 November 1998 PPN atas Appraisal Fee.
g.     S-172/PJ.532/2002 25 Februari 2002 Konfirmasi Ketentuan PPN atas Jasa ATM Sehubungan dengan Pengisian Pulsa isi Ulang Kartu Prabayar.
h.     S-56/PJ.53/2004 4 Februari 2004 Jasa Penukaran Uang Pecahan Kecil.
i.      S-497/PJ.53/2005 3 Juni 2005 PPN atas Penyerahan Jasa Agen Fasilitas, Agen Jaminan
dan Agen Escrow.
j.      S-947/PJ.53/2005 31 Oktober 2005 Perlakuan PPN atas Jasa Pembacaan Meter dan Jasa Perbankan.


No comments:

Post a Comment