LATAR BELAKANG KSO
Kerja
Sama Operasi dibentuk ketika seorang pengusaha melihat peluang investasi,
tetapi tidak memiliki dana, asset atau tenaga ahli yang cukup. Untuk dapat
memanfaatkan peluang tersebut, pengusaha itu akan mengajak mitra lain untuk
memanfaatkan peluang dengan cara membentuk Kerja Sama Operasi (KSO). Kerjasama Operasi (Joint
Operation) tersebut merupakan usaha gabungan bersifat sementara antara satu
atau beberapa Badan Usaha,
1.
baik
nasional dengan nasional,
2.
maupun
nasional dengan asing,
yang dinyatakan dalam
Perjanjian Kerjasama Operasi (Joint Operation Agreement) yang menetapkan
hak dan kewajiban masing-masing pihak atas kerjasama tersebut.Perjanjian KSO
ada yang dibuat dengan akta dibawah tangan ataupun dalam bentuk legalisasi oleh
notaries.
Pada
dasarnya JO dapat terbagi menjadi dua tipe yaitu Administrative dan Non-Administrative
JO1
a.
Administrative JO
Tipe JO ini sering juga disebut sebagai Kerja
Sama Operasi (KSO) di mana kontrak dengan pihak pemberi kerja atau Project
Owner ditandatangani atas nama JO. Dalam hal ini JO dianggap seolah-olah
merupakan entitas tersendiri terpisah dari perusahaan para anggotanya.
Tanggungjawab pekerjaan terhadap pemilik proyek berada pada entitas JO, bukan
pada masing-masing anggota JO.
Masalah
pembagian modal kerja atau pembiayaan proyek, pengadaan peralatan, tenaga
kerja, biaya bersama (joint cost) serta pembagian hasil (profit
sharing) sehubungan dengan pelaksanaan proyek didasarkan pada porsi
pekerjaan (scope of work) masing-masing yang disepakati dalam sebuah Joint
Operation Agreement.
Contoh: KSO Pembangunan Jaya Property, yaitu
perjanjian KSO antara PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk dengan PT Jaya Real
Property, Tbk.
b.
Non-Administrative JO
JO dengan tipe ini dalam prakteknya di
kalangan pengusaha jasa konstruksi sering disebut sebagai Konsorsium di
mana kontrak dengan pihak Project Owner di buat langsung atas nama
masing-masing perusahaan anggota. Dalam hal ini JO hanya bersifat sebagai alat
koordinasi. Tanggung jawab pekerjaan terhadap Project Owner berada pada
masing-masing anggota.
Contoh
Non-Administrative JO yang bersifat konsorsium adalah pembangunan PLTU 1 Jawa
Barat, Indramayu ditanda tangani pada tanggal 12 Maret 2007 oleh PT PLN (Persero)
dan Konsorsium dari China yaitu:
a)
National
Machenery Industry (SINOMACH) à pengadaan mesin pembangkit
b)
China
National Electric Equipment Corporation (CNEEC) à instalasi jaringan listrik
dan
c)
Perusahaan
Lokal PT Penta Adi Samudera (SCP & JO ) à menangani keamanan proyek,
serta urusan koordinasi yang terkait dengan institusi pemerintah maupun swasta
lainnya.
1.
Personel
yaitu Sumber Daya Manusia atau Personil Inti/Tenaga Ahli yang cukup
2.
modal
perusahaan atau Kekayaan Bersih
3.
Peralatan
Utama dan Fasilitas lain, yang
diperlukan dalam pengadaan barang/jasa;
1.
Personel
yaitu: Sumber Daya Manusia atau Personil Inti/Tenaga Ahli yang cukup
Salah
satu persyaratan guna memperoleh SIUJK dengan Klasifikasi Kecil adalah
perusahaan harus mempunyai pekerja yang mempunyai Sertifikat Tenaga Terampil
(SKT) dengan ijazah SMU/STM . Sedangkan SIUJK dengan Klasifikasi Besar,
perusahaan harus mempuiyai pekerja dengan Sertifikat Tenaga Ahli STA) dengan
ijazah S1 sesuai bidanng keahliannya (Sipil, Elektrik, Arsitek).
2.
Modal
perusahaan atau Kekayaan Bersih
Untuk dapat melaksanakan proyek besar, biasanya
pemilik proyek mensyaratkan bahwa vendor harus memiliki modal bersih yang cukup
(diatas Rp 1 milyar)
3.
Peralatan
Utama dan Fasilitas lain, yang
diperlukan dalam pengadaan barang/jasa;
a)
Adakalanya
perusahaan mempunyai peralatan utama untuk mengerjakan proyek (seperti:
traktor, buldoser, dan alat berat lainnya) namun tidak memiliki dana yang cukup
untuk melaksanakan proyek konstruksi.
b)
Fasilitas
Lain adalah priviliege yang diberikan oleh pemerintah kepada pengusaha local bahwa
Badan Usaha asing dalam melakukan
kegiatannya di Indonesia harus membentuk kerjasama operasi (joint operation)
dengan Badan Usaha nasional yang berbadan hukum berbentuk Perseroan
Terbatas (PT) sebagaimana diatur dalam Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa
Konstruksi Nomor 11a Tahun 2008 tentang Registrasi Usaha Jasa Pelaksana
Konstruksi.
PENGERTIAN
JOINT OPERATION
Pengertian Joint Operation dalam peraturan perpajakan dijelaskan
dalam S-323/PJ.42/1989, yaitu:
·
Bentuk joint operation adalah merupakan
perkumpulan dua badan atau lebih yang bergabung untuk menyelesaikan suatu
proyek, penggabungan ini bersifat sementara sampai proyek tersebut selesai.
·
Bentuk penggabungan demikian bukanlah
merupakan subyek dari pengenaan PPh Badan, namun pengenaan PPh Badan tetap
dikenakan atas penghasilan yang diperoleh pada masing-masing badan yang
bergabung tersebut sesuai dengan porsi/bagian pekerjaan atau penghasilan yang
diterimanya.
·
Pemberian NPWP terhadap joint operation
adalah semata-mata untuk keperluan pemungutan dan pemotongan PPh Pasal 21,
Pasal 23/26 dan PPN.
·
Dalam rangka menentukan dan memperhitungkan
besarnya PPh yang terhutang untuk Badan-badan tersebut, pembukuan yang terpisah
dari masing-masing Badan yang bergabung dalam joint operation dapat dilakukan.
Ketentuan ini juga mencakup dan berlaku bagi penghasilan yang diterima dari
proyek bantuan luar negeri.
·
Karena Joint Operation tidak termasuk Subjek
Pajak PPh, maka penghasilan yang diterima suatu Joint Operation sebenarnya
adalah penghasilan para anggota yang besarnya bagian masing-masing ditentukan
sesuai perjanjian.
·
Jika atas penghasilan berupa bunga, sewa dan
lain-lain yang diterima atau diperoleh Joint Operation (J.O.) dari WP Badan
Dalam Negeri dan Perseorangan yang ditunjuk (selanjutnya disebut : Pemberi
Hasil), dipotong PPh Ps. 4 ayat(2), maka bukti potong PPh Pasal 4 ayat(2) tersebut
harus dipecah untuk masing-masing anggota Joint Operation agar dapat
dikreditkan.
·
Adapun besarnya PPh Pasal 4 ayat(2) untuk
masing-masing anggota Joint Operation sesuai dengan perjanjian J.O.A (joint
operation agreement) yang telah disepakati bersama.
·
Joint Operation tidak memiliki kewajiban
untuk menyampaikan SPT Tahunan dan membayar PPh Pasal 25 dan Pasal 29.
Kewajiban yang ada hanya sebagai pemotong/pemungut PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal
21, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 dan PPN.
KEWAJIBAN
PERPAJAKAN ADMINISTRATIVE JOIN OPERATION
Sebagai
Subjek Pajak
Joint
operation merupakan bentuk kerjasama operasi antara 2 (dua) badan atau lebih
atas suatu proyek hanya sampai dengan proyek tersebut selesai, dengan demikian
joint operation bukan merupakan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf b UU Pajak Penghasilan.
Kewajiban
Pajak Penghasilan Badan terletak pada masing-masing anggota Joint Operation,
kewajiban memiliki NPWP terhadap Joint Operation adalah sebagai Wajib Pajak
Pemotong dan Pajak Pertambahan Nilai.
Dikarenakan
Joint Operation merupakan subjek Pajak Pertambahan Nilai maka Joint Operation
dan masing-masing anggota Joint Operation wajib mendaftarkan diri untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Sebagai
Pemotong Pajak
Kewajiban
pemotong pajak sama dengan kewajiban subjek pajak pada umumnya yaitu, kewajiban
mendaftar, kewajiban menghitung pajak yang dipotong, kewajiban
menyetor/membayar pajak yang dipotong dan kewajiban melaporkan pemotongan pajak
yang dilakukannya setiap masa pajak.
Sebagai
Pengusaha Kena Pajak
Kewajiban
Pengusaha Kena Pajak adalah:
1.
mendaftarkan diri untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak apabila sampai
dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan
bruto atas penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak melebihi Rp4.800.000.000
(empat milyar delapan ratus juta rupiah)(Peraturan Menteri Keuangan Nomor
197/PMK.03/2013);
2. membuat
Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU PPN;
3.
menghitung PPN yang masih harus dibayar yaitu dengan cara mengkreditkan Pajak Masukan
dalam suatu masa pajak kepada Pajak Keluaran masa pajak yang sama (Pasal 9 ayat
(2));
4.
membayar Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar paling lambat akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak (Pasal 15A ayat (1));
5. melaporkan
SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai paling lama akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya masa pajak (Pasal 15A ayat (2)).
Kewajiban
Perpajakan Administrative Joint Operatioan
Seluruh
kontrak Administrative JO ditandatangani atas nama JO, sehingga JO model ini
bertindak layaknya badan usaha yang terpisah dengan anggota JO. Dengan alasan
tersebut seluruh kewajiban perpajakan kecuali kewajiban Pajak Penghasilan Badan
berada pada JO.
1.
Kewajiban PPh Pasal 21
JO wajib
melakukan pemotongan atas pembayaran sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau
kegiatan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi.
Yang
berbeda dengan Wajib Pajak Badan pada umumnya, dalam melaporkan SPT Masa PPh
Pasal 21, JO diwajibkan melampirkan Daftar Biaya (Formulir 1721-V) yang bentuk
formulirnya dapat ditemukan di Peraturan Dirjen Pajak Nomor 14/PJ/2013.
Formulir tersebut hanya dilaporkan pada masa Desember saja.
2.
Kewajiban PPh Pasal 4 ayat (2), Pasal 15, Pasal 23, dan Pasal 26
Kewajiban
pemotongan, pembayaran dan pelaporan PPh atas pembayaran/biaya yang terutang
PPh Pasal 4 ayat (2), Pasal 15, Pasal 23, dan Pasal 26 sama dengan Wajib Pajak
pemotong lainnya.
3.
Kewajiban PPh Pasal 4 ayat (2) sebagai penerima penghasilan
Pengguna
jasa konstruksi dari JO wajib melakukan pemotongan imbalan jasa konstruksi
kepada JO. Pada prinsipnya Joint Operation tidak termasuk sebagai subyek Pajak
Penghasilan, oleh karena itu penghasilan yang diterima suatu joint operation
sebenarnya adalah penghasilan para anggota yang besarnya bagian masing-masing
ditentukan sesuai perjanjian pembentukan joint operation.
Dengan
demikian pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan suatu joint operation
hakekatnya adalah pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan anggota JO yang
besarnya sesuai dengan bagian masing-masing anggota dalam perjanjian JO.
Apabila
suatu JO menerima penghasilan yang dikenakan PPh final, maka pengenaan PPh
final atas penghasilan tersebut hakekatnya adalah atas penghasilan anggota JO.
Tata cara
pemecahan bukti potong mengikuti SE-44/PJ.1994 tentang Pemecahan Bukti Potong
PPh Pasal 23. Walaupun SE-44/PJ.1994 hanya mengatur PPh Pasal 23 tetapi masih
relevan digunakan untuk melakukan pemecahan bukti potong PPh Pasal 4 ayat (2)
mengingat dua-duanya merupakan bentuk pemenuhan kewajiban perpajakan
masing-masing anggota, hal ini ditegaskan Dirjen Pajak menggunakan
S-251/PJ.313/1998.
Tata cara
pemecahan bukti pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) sebagai berikut:
1. Dalam
hal penerima jasa sudah melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas nama JO,
JO dapat mengajukan permohonan pemecahan bukti pemotongan ke Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) dimana JO terdaftar. Selanjutnya KPP dimana JO terdaftar melakukan
pemindahbukuan ke KPP dimana masing-masing anggota JO terdaftar sesuai proporsi
bagi hasil;
2. Dalam
hal penerima jasa belum melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2), JO dapat
mengajukan pemecahan bukti potong kepada penerima jasa yang selanjutnya akan
menerbitkan bukti pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas nama JO qq.
Masing-masing anggota JO sesuai dengan proporsi bagi hasil.
4.
Kewajiban Pajak Pertambahan Nilai
Dalam
penjelasan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2012
Administrative JO (yang melakukan kontrak/perjanjian atas nama JO) wajib
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Konsekuensi
logis dari hal tersebut JO bentuk ini mempunyai kewajiban PPN secara penuh
yaitu mendaftar, menghitung, membayar dan melapor.
5.
Kewajiban pembukuan memenuhi ketentuan Pasal 28 UU KUP
Tujuan
utama dari pembukuan/pencatatan dalam pasal 28 UU KUP adalah agar pajak
terutang dapat dihitung. Untuk memenuhi hal tersebut JO wajib membuat
catatan mengenai peredaran usaha (merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) atas
jasa konstruksi dan PPN) dan biaya yang dikeluarkan untuk menghitung besarnya
Pajak Penghasilan yang harus dipotong oleh JO.
Kewajiban
Perpajakan Non-Administrative Joint Operatioan
Seluruh
pekerjaan dan tanggung jawab terhadap penerima jasa konstruksi
Non-Administrative JO dilakukan oleh masing-masing anggota JO. Oleh karena itu
seluruh kewajiban perpajakan berkaitan dengan transaksi tersebut menjadi
tanggung jawab masing-masing anggota JO.
Dengan
begitu Non-Administrative JO tidak perlu mendaftarkan diri untuk mempunyai NPWP
dan tidak perlu juga dikukuhkan sebagai PKP.
Dibutuhkan investor-investor / pemilik modal skala kecil, menengah dan besar untuk kerjasama hasil pembuatan ruko dengan konsep rumah tinggal, kantor, show room dan gudang di daerah solo dan sekitarnya.
ReplyDeleteBisa untuk gudang, kantor , show room dan tempat tinggal.
Konsep Perencanaan dan pembuatan Ruko :
- gudang baru siap huni
- desain minimalis dengan penataan yang nyaman dan sangat bagus yang berlokasi di lingkungan industri, pasar induk, dan perkantoran
- konsep kantor dan show room sekaligus tempat tinggal.
- bisa dipakai untuk pasar industri, retail, kuliner dan perkantoran
- potensi bisnis multiuser
- peruntukan workshop dan multi fungsi
Lokasi peruntukan property sangat strategis dekat pusat kota, dekat tempat ibadah, sekolah dan kampus UMS, ruko-ruko yang menyediakan berbagai keperluan,
serta dekat dengan Rumah Sakit Daerah dan lain-lain.
Spesifikasi yang akan dibangun:
Luas Tanah : 300 - 500 m2
Luas Bangunan : 200 - 400 m2 (2 - 4 lantai )
Ruang : Ada Kantor, gudang, showroon, atau tempat usaha
Kamar Mandi : 2-4
Sertifikat : SHGB & IMB Lengkap bisa KPR
Air & Listrik : PDAM & 2200w, 5500 Volt
Garasi : Carport 2-3 Mobil
Harga : 1.5 - 3,5 Milyar)
Potensi dan Nilai Property :
- multi fungsi dan multi user
- dekat bandara adi sumarmo solo
- dekat pemukiman padat dan perumahan
- akses jalan raya utama
- cocok untuk pedagang, pebisnis dan industri, retailer, pengusaha kuliner, perkantoran
Info lengkap, silahkan kirim email atau tinggalkan pesan sms ke nomer kontak kami.
Kami akan follow up dan berikan presentasi secara lengkap (GRATIS).
Hubungi :
Djaka Kristanta
081218127854
087805401860
https://rukoserbagunaproperty.blogspot.co.id/
email : investasiruko99@gmail.com
Playtech casino and poker online - MapyRO
ReplyDeletePlaytech casino and poker online. This casino is 대구광역 출장안마 hosted 원주 출장샵 in Gibraltar, and is licensed by the 밀양 출장마사지 Malta 충주 출장샵 Gaming Authority and regulated by 청주 출장마사지 the